Kanker payudara
Kanker
payudara atau Carcinoma mammae adalah suatu kondisi dimana
sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya,sehingga mengalami
pertumbuhan yang tidak normal,cepat dan tidak terkendali.Sel yang tidak normal
(Tumor Ganas) ini bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu,saluran
susu,jaringan lemak maupun jaringat ikat pada payudara.Penyakit ini oleh Word
Health Organization (WHO) dimasukkan kedalam International Classification of
Diseases (ICD).
Penyebab
Penyebabnya
tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor risiko yang
menyebabkan seorang wanita
menjadi lebih mungkin menderita kanker payudara.
Faktor
Risiko oleh Winners4lifeindonesia.com
Beberapa
faktor risiko yang berpengaruh adalah :
1. Usia.
Sekitar 60%
kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar
ditemukan
pada wanita berusia diatas 75 tahun.
2. Pernah
menderita kanker payudara.
Setelah
payudara yang terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada
payudara
yang sehat meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
3. Riwayat
keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang
ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki
risiko 3
kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
4. Faktor
genetik dan hormonal.
5. Pernah
menderita penyakit payudara non-kanker.
6. Menarke
(menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun, menopause setelah usia
55 tahun,
kehamilan pertama setelah usia 30 tahun atau belum pernah hamil.(semakin dini
menarke,semakin besar resiko terkena.demikian pula dg menapouse ataupun kehamilan.semakin
lambat menapouse dan kehamilan pertama,semakin besar resiko terkena).
7. Pemakaian
pil kb atau terapi sulih estrogen.
8. Obesitas
pasca menopause (Kegemukan setelah haid).
9. Pemakaian
alkohol.
Pemakaian
alkohol lebih dari 1-2 gelas/hari bisa meningkatkan risiko terjadinya
kanker
payudara.
10. Bahan
kimia.
Beberapa
penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia yang menyerupai estrogen
(yang terdapat di dalam pestisida dan produk industri lainnya) mungkin
meningkatkan
risiko terjadinya kanker payudara.
11. DES
(dietilstilbestrol).
Wanita yang
mengkonsumsi DES untuk mencegah keguguran memiliki risiko tinggi
menderita
kanker payudara.
12 .Radiasi
atau Penyinaran.Bisa dari sering melakukan pemeriksaan kesehatan dengan
menggunakan alat X-ray.
13.Pola
Hidup : tidak menikah/menyusui,suka minum alkohol,merokok,sering mengalami
stress berat.
Faktor resiko yang bisa dikendalikan
1.Berat badan
Memiliki berat badan diatas normal dapat memicu atau
menambah resiko terkena kanker payudara terlebih bagi wanita yang telah
mengalami masa menapouse.Jaringan lemak merupakan sumber dari produksi estrogen
setelah tubuh mengalami menapouse.Sehingga semakin tinggi jaringan lemak,akan
memperbanyak produksi hormon estrogen seseorang dalam hal ini wanita sehingga
dapat memicu timbulnya kanker payudara.
Satu hal yang klise namun sangat optimal dan selalu
berpasangan dg kata2 ‘berat badan’ adlh berolahraga.setidaknya 45-60menit tiap
2-3xseminggu.
2.Konsumsi Alkohol
3.Kadar Estrogen
Sel payudara tumbuh,baik normal maupun abnormal
karena adanya stimulasi hormon estrogen,dibawah ini merupakan kadar
estrogenyang masih dapat anda kendalikan,adalah dg membatasi dan
mengurangiserta cegah:penggunaan obat2an hormonal,kelebihan berat
badan,konsumsi alkohol.
5.Merokok
Wanita yg memiliki kebiasaan merokok dan belum
pernah mengandung anak pertama,memiliki resiko 20% lebih tinggi menderita
kanker payudara dibandingkan wanita yg baru mulai merokok setelah memiliki anak
pertama atau tdk merokok sama sekali,dilaporkan oleh mayoclinic proceeding dari
suatu hasil studi.
Faktorresiko diluar kendali
1.Jenis kelamin
Rata-rata kanker payudara terjadi pada wanita.Namun
hal ini bkn berarti pria tdk memiliki risiko terhadap kanker payudara.Sel
payudara pada wanita secara konstan
berubah-ubah,dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron,sehingga wanita
lebih rentan terkena drpd pria.
2.Riwayat keluarga
Prof.Sun menambahkan untuk faktor keturunan hanya
berpengaruh 15% yg ditularkan bkn kankernya tp kemudahan untuk terkena kanker
lebih besar.
3.Kehamilan dan menyusui
Wanita yg pernah hamil dan menjalani pemberian ASI
kpd anaknya dpt mengurangi resiko terkena kanker.Namun,bagi wanita yg belum
pernah mengandung pertama kalinya diatas umur 30 thn mengalami resiko yg lebih
besar.
Gejala
dan Tanda
Gejala awal berupa sebuah benjolan yang biasanya
dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan
nyeri dan biasanya memiliki
pinggiran yang tidak teratur.
Pada stadium awal, jika didorong oleh jari tangan,
benjolan bisa digerakkan
dengan mudah di bawah kulit.
Pada stadium lanjut, benjolan biasanya melekat pada
dinding dada atau kulit di
sekitarnya. Pada kanker stadium lanjut, bisa
terbentuk benjolan yang membengkak
atau borok di kulit payudara.
Kadang
kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit jeruk.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah
benjolan atau massa di ketiak,
perubahan ukuran atau bentuk payudara, keluar cairan
yang abnormal dari puting
susu
(biasanya berdarah atau berwarna kuning sampai
hijau, mungkin juga bernanah),
perubahan pada warna atau tekstur kulit pada
payudara, puting susu maupun
areola (daerah berwana coklat tua di sekeliling
puting susu),
payudara tampak kemerahan, kulit di sekitar puting
susu bersisik, puting susu
tertarik ke dalam atau terasa gatal, nyeri payudara
atau pembengkakan salah satu
payudara.
Pada stadium lanjut bisa timbul nyeri tulang,
penurunan berat badan,
pembengkakan
lengan atau ulserasi kulit.
Pencegahan
Banyak faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan.
Beberapa ahli diet dan ahli
kanker percaya bahwa perubahan diet dan gaya hidup
secara umum bisa
mengurangi angka kejadian kanker.
Diusahakan untuk melakukan diagnosis dini karena
kanker payudara lebih mudah
diobati dan bisa disembuhan jika masih pada stadium
dini.
Sadari, pemeriksan payudara secara klinis dan
mammografi sebagai prosedur
penyaringan
merupakan 3 alat untuk mendeteksi kanker secara dini.
Penatalaksanaan
Biasanya pengobatan dimulai setelah dilakukan
penilaian secara menyeluruh
terhadap kondisi penderita, yaitu sekitar 1 minggu
atau lebih setelah biopsi.
Pengobatannya terdiri dari pembedahan, terapi
penyinaran, kemoterapi dan obat
penghambat
hormon.
Terapi penyinaran digunakan untuk membunuh sel-sel
kanker di tempat
pengangkatan tumor dan daerah sekitarnya, termasuk
kelenjar getah bening.
Kemoterapi (kombinasi obat-obatan untuk membunuh
sel-sel yang
berkembangbiak dengan cepat atau menekan
perkembangbiakannya) dan
obat-obat penghambat hormon (obat yang mempengaruhi
kerja hormon yang
menyokong pertumbuhan sel kanker) digunakan untuk
menekan pertumbuhan sel
kanker
di seluruh tubuh.
Jangan Takut
Walaupun
dalam kehidupan kita sekarang ini tampaknya segala sesuatu dapat menyebabkan
kanker, kita tidak perlu terlalu takut. Kanker tidaklah semudah itu menyerang
kita. Tidak semua hal menyebabkan kanker. Juga, kanker tidak menular. Jika kita
memiliki satu atau beberapa faktor resiko kanker, bukan berarti kita pasti
menderita kanker. Memang beberapa orang lebih sensitif terkena kanker dibanding
yang lain. Tetapi itu pun belum tentu! Jadi tidak usah takutlah, apalagi sampai
stres. Kalau kita stres, justru stres itulah yang membuat kondisi kita buruk,
dan memudahkan datangnya penyakit.
Pencatatan Dan Pemeriksaan Fisik Yang Cermat
Seringnya awal itu menjadi penentu. Pengumpulan data yang kelihatannya sepele ini menjadi penting maknanya tatkala di kemudian waktu informasi ini dibutuhkan. Data itu menyangkut umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, riwayat keluarga, dan lain-lain. Hal ini akan berkaitan dengan faktor resiko seseorang terkena kanker. Dari penampakan dan pemeriksanan fisik saja seorang dokter bedah berpengalaman sudah bisa curiga tumor atau kelainan yang diderita pasiennya termasuk ganas atau tidak. Benjolan yang membesar agresif, tumbuh dalam waktu singkat, batas tidak tegas, terfiksir di bagian lain di sekitarnya, apalagi nampak adanya luka borok, dapat dicurigai suatu tumor itu ganas. Kecurigaan bertambah jika penderita tersebut mengalami penurunan kondisi secara drastis. Dari pemeriksaan fisik juga diharapkan pemeriksa dapat menentukan tumor primer yang jelas, adanya pembesaran kelenjar limfe, memperkirakan tumor tersebut bisa dioperasi bersih (operable) atau tidak, dan mencari apakah ada kelainan/penyakit lain yang diderita selain tumornya. Jika keadaan-keadaan ini luput dari perhatian dan dengan under estimate seorang dokter bedah gegabah melakukan tindakan operasi untuk mengangkat tumor secara langsung, bisa jadi tindakannya malah membangunkan macan tidur karena tidak menjalankan prinsip-prinsip onkologi secara benar. Atau lebih sering terjadi apa yang disebut hoopla surgery yaitu bedah dengan perasaan kaget melihat kenyataan jaringan tumor yang akan dioperasi tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya…
Penentuan Stadium Tumor
Berdasarkan pertemuan pakar onkogi sedunia telah disepakati bahwa patokan untuk menntukan stadium tumor ganas dinilai dari 3 hal yaitu TNM (tumor, node, metastase): besarnya tumor itu sendiri, node atau kelenjar limfe yang terkena di sekitarnya, dan ada tidaknya metastase. Pada tahap inilah selain pemeriksaan fisik yang cermat, dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti foto x-ray dada, USG, bone scanning, CT scan, ataupun petanda tumor. Yang dicari adalah kemungkinan adanya penyebaran tumor di bagian organ yang dideteksi. Dari data ini kemudian ditentukan T-nya berapa, N-nya berapa, dan M-nya ada atau tidak. Perhitungan besarnya T dan jauhnya N dari tumor primer masing-masing kanker di lokasi tertentu di tubuh kita mempunyai topografi atau batas-batas tersendiri. Kemudian dari sini ditentukan stadiumnya. Stadium I, IIA, IIB, dan seterusnya. Misalnya tumor ganas paru berdiameter 4 cm, didapatkan pembesaran kelenjar di areal dekat saluran nafas pada sisi yang sama, tanpa ada penyebaran, maka termasuk T2N1M0 atau stadium II.
Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan mikroskopik terhadap sample tumor yang bisa menggambarkan histopatologis –struktur dan kateristik sel- dari jaringan yang dicurigai kanker tersebut. Ini menjadi penentu seseorang dapat divonis terkena kanker atau tidak. Memang sangat dipengaruhi sekali pada saat pengambilan bahan biopsi, sudah dapat mewakili seluruh kondisi tumor atau belum. Ada beberapa cara pengambilan biopsi. Hal ini bisa dipilih dengan pertimbangan letak tumor, efektivitas pengambilan, fasilitas yang tersedia dan kemungkinan radikalitas tumor itu sendiri. Dikenal ada: open biopsy (eksisi dan insisional biopsy), biopsy jarum, trucut biopsy, punch biopsy, dan curettage biopsy (biopsi kerokan). Dari pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis, sifat sel tumor, dan tingkat diferensiasi (perubahan) sel dari struktur normal sehingga bisa diketahui seberapa ganasnya sel-sel tumor itu. Dari informasi ini kemudian dokter bisa memprediksi hasil therapy yang nantinya akan diberikan. Pengerjaan untuk melakukan biopsy dapat dilakukan sebelum pembedahan utamanya dikerjakan (yang ini lebih dianjurkan), atau bisa juga pada saat pembedahan sebagai upaya therapeutic. Yang paling penting diketahui bahwa apapun hasilnya, si pasien mempunyai hak untuk mengetahui dan mendapatkan hasil pemeriksaan patologi tersebut. Dan dokter dengan caranya tersendiri wajib menginformasikan hal itu secara langsung kepada si pasien.
Menentukan Keadaan Umum (Status Performance) Penderita
Setelah semua tahap di atas dijalani sampai mendapatkan kesimpulan jenis kanker apa dan seberapa parahnya, maka sebelum menentukan therapy yang akan diberikan, seorang dokter harus menilai dulu keadaan umum atau kondisi penderita. Mungkin saja tingkat keganasan tumornya masih rendah tapi kondisi tubuh yang lain dalam keadaan payah, tentu mempengaruhi pilihan therapy dan dosis yang diberikan karena therapy kanker itu sendiri, khususnya kemoterapi, membawa efek samping yang luar biasa. Sehubungan dengan ini, disamping cara pengukuran lain, dikenal lebih umum penggunaan score dari Karnovski yang berskala dari 0 – 100. Makin baik kondisi penderita, ia akan memiliki score mendekati 100. Dikatakan therapy untuk kanker akan beresiko pada penderita dengan score di bawah 30, dimana seorang penderita sudah tidak mampu lagi menjalankan aktifitas kesehariannya tanpa dibantu orang lain. Dari sini juga akan dinilai penyakit atau gangguan apa saja yang menyertai penderita kanker. Bisa itu implikasi dari keganasannya atau mungkin penyakit yang berdiri sendiri, seperti; kelainan jantung, diabetes, gagal ginjal, liver, dan lain-lain.
Menentukan Pilihan Jenis Therapy
Ada beberapa bentuk therapy untuk keganasan yang memiliki respon berbeda antar satu jenis kanker dengan jenis kanker yang lain. Jenis therapy itu meliputi; pembedahan, khemotherapy, radiotherapy atau therapy penyinaran, therapy hormonal, dan biotherapy. Dari data dan penelitian yang telah dipelajari, sudah dapat dipastikan satu keganasan lebih sensitif terhadap therapy A dibandingkan dengan therapy B. Namun dalam penerapannya akan memberi hasil lebih optimal kalau dikombinasi antar jenis therapy itu. Sehingga di bidang onkologi, therapy ini dapat digolongkan menjadi: therapy utama, therapy tambahan, therapy komplikasi, dan therapy suportif / bantuan. Misalnya, tumor ganas payudara atau carcinoma mammae, pembedahan merupakan therapy utamanya, sedangkan khemotherapy dan atau radiotherapy menjadi therapy tambahan. Jika dilakukan pembedahan, ada dua tujuan utamanya, kalau bukan untuk kuratif (mengambil bersih tumornya), pembedahan bisa bertujuan hanya sebagai therapy paliatif, dengan maksud meringankan atau memperbaiki kondisi penderita tanpa memandang pengangkatan tumor itu tuntas atau tidak.
Implementasi Therapy
Dari sini ditentukan jenis pembedahan apa yang akan diambil, kalau itu memerlukan pembedahan. Kalau dibutuhkan kemotherapy, seberapa lama dan berapa seri akan diberikan, kombinasi dari obat kemotherapy apa saja dan seberapa banyak dosisnya. Begitu juga untuk radiotherapy dan hormonal therapy, dengan telah melewati tahap-tahap sebelumnya, semestinya sudah dapat ditentukan berapa banyak dosisnya, lama dan rentang waktu pemberiannya. Ini merupakan tahap akhir penanganan kanker yang justru sangat melelahkan dan menyakitkan bagi penderita. Di samping waktu pelaksanaannya lama, juga mengingat efek samping yang ditimbulkan obat-obat khemotherapy ini amat sangat tidak mengenakkan. Tidak jarang banyak penderita yang kelahan, bosan, putus asa dan tersiksa menjalaninya sehingga terpaksa harus menyerah di tengah jalan, terutama bagi mereka yang terkena kanker bermetastase (menyebar) yang tidak bisa lepas menjalani therapy ini seumur hidupnya.
Evaluasi Dan Monitoring
Untuk mengetahui hasil therapy yang telah diberikan, perlu diadakan evaluasi secara berkala. Bisa setiap 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun bahkan sampai 5 tahun sekali secara periodik. Evaluasinya oleh dokter melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan dan atau ditambah pemeriksaan penunjang seperti yang sebelumnya dikerjakan, terutama untuk mendeteksi ada tidaknya sisa atau pertumbuhan penyebaran tumor itu lebih lanjut. Dari monitoring ini dapat saja seorang onkolog menurunkan dosis dan memperpanjang waktu serial therapy yang akan diberikan. Di sini dibutuhkan lagi disiplin serta semangat tinggi para penderita.
Bagi anda yang sedang berjuang melawan kanker, jangan putuskan asa anda, jangan patahkan semangat anda. Kuatlah berjuang. Isi waktu anda dengan aktivitas keseharian seperti biasa, jangan terlalu terlarut dengan kesedihan dan penyesalan diri. Studi membuktikan, bagi mereka yang bisa berpikir posistif apalagi mempunyai tipe kepribadian yang ekstrovert akan dapat meningkatkan 5 year survival rate-nya. Bisa menjalani hidup lebih lama dari prediksi yang diperkirakan sebelumnya…..
dr. Eka Kusmawan, SpB
Kepala Instalasi Kamar Operasi dan Ketua SMF Bedah Surya Husadha Hospital, Bali
Seringnya awal itu menjadi penentu. Pengumpulan data yang kelihatannya sepele ini menjadi penting maknanya tatkala di kemudian waktu informasi ini dibutuhkan. Data itu menyangkut umur, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, riwayat keluarga, dan lain-lain. Hal ini akan berkaitan dengan faktor resiko seseorang terkena kanker. Dari penampakan dan pemeriksanan fisik saja seorang dokter bedah berpengalaman sudah bisa curiga tumor atau kelainan yang diderita pasiennya termasuk ganas atau tidak. Benjolan yang membesar agresif, tumbuh dalam waktu singkat, batas tidak tegas, terfiksir di bagian lain di sekitarnya, apalagi nampak adanya luka borok, dapat dicurigai suatu tumor itu ganas. Kecurigaan bertambah jika penderita tersebut mengalami penurunan kondisi secara drastis. Dari pemeriksaan fisik juga diharapkan pemeriksa dapat menentukan tumor primer yang jelas, adanya pembesaran kelenjar limfe, memperkirakan tumor tersebut bisa dioperasi bersih (operable) atau tidak, dan mencari apakah ada kelainan/penyakit lain yang diderita selain tumornya. Jika keadaan-keadaan ini luput dari perhatian dan dengan under estimate seorang dokter bedah gegabah melakukan tindakan operasi untuk mengangkat tumor secara langsung, bisa jadi tindakannya malah membangunkan macan tidur karena tidak menjalankan prinsip-prinsip onkologi secara benar. Atau lebih sering terjadi apa yang disebut hoopla surgery yaitu bedah dengan perasaan kaget melihat kenyataan jaringan tumor yang akan dioperasi tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya…
Penentuan Stadium Tumor
Berdasarkan pertemuan pakar onkogi sedunia telah disepakati bahwa patokan untuk menntukan stadium tumor ganas dinilai dari 3 hal yaitu TNM (tumor, node, metastase): besarnya tumor itu sendiri, node atau kelenjar limfe yang terkena di sekitarnya, dan ada tidaknya metastase. Pada tahap inilah selain pemeriksaan fisik yang cermat, dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang lainnya, seperti foto x-ray dada, USG, bone scanning, CT scan, ataupun petanda tumor. Yang dicari adalah kemungkinan adanya penyebaran tumor di bagian organ yang dideteksi. Dari data ini kemudian ditentukan T-nya berapa, N-nya berapa, dan M-nya ada atau tidak. Perhitungan besarnya T dan jauhnya N dari tumor primer masing-masing kanker di lokasi tertentu di tubuh kita mempunyai topografi atau batas-batas tersendiri. Kemudian dari sini ditentukan stadiumnya. Stadium I, IIA, IIB, dan seterusnya. Misalnya tumor ganas paru berdiameter 4 cm, didapatkan pembesaran kelenjar di areal dekat saluran nafas pada sisi yang sama, tanpa ada penyebaran, maka termasuk T2N1M0 atau stadium II.
Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan mikroskopik terhadap sample tumor yang bisa menggambarkan histopatologis –struktur dan kateristik sel- dari jaringan yang dicurigai kanker tersebut. Ini menjadi penentu seseorang dapat divonis terkena kanker atau tidak. Memang sangat dipengaruhi sekali pada saat pengambilan bahan biopsi, sudah dapat mewakili seluruh kondisi tumor atau belum. Ada beberapa cara pengambilan biopsi. Hal ini bisa dipilih dengan pertimbangan letak tumor, efektivitas pengambilan, fasilitas yang tersedia dan kemungkinan radikalitas tumor itu sendiri. Dikenal ada: open biopsy (eksisi dan insisional biopsy), biopsy jarum, trucut biopsy, punch biopsy, dan curettage biopsy (biopsi kerokan). Dari pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis, sifat sel tumor, dan tingkat diferensiasi (perubahan) sel dari struktur normal sehingga bisa diketahui seberapa ganasnya sel-sel tumor itu. Dari informasi ini kemudian dokter bisa memprediksi hasil therapy yang nantinya akan diberikan. Pengerjaan untuk melakukan biopsy dapat dilakukan sebelum pembedahan utamanya dikerjakan (yang ini lebih dianjurkan), atau bisa juga pada saat pembedahan sebagai upaya therapeutic. Yang paling penting diketahui bahwa apapun hasilnya, si pasien mempunyai hak untuk mengetahui dan mendapatkan hasil pemeriksaan patologi tersebut. Dan dokter dengan caranya tersendiri wajib menginformasikan hal itu secara langsung kepada si pasien.
Menentukan Keadaan Umum (Status Performance) Penderita
Setelah semua tahap di atas dijalani sampai mendapatkan kesimpulan jenis kanker apa dan seberapa parahnya, maka sebelum menentukan therapy yang akan diberikan, seorang dokter harus menilai dulu keadaan umum atau kondisi penderita. Mungkin saja tingkat keganasan tumornya masih rendah tapi kondisi tubuh yang lain dalam keadaan payah, tentu mempengaruhi pilihan therapy dan dosis yang diberikan karena therapy kanker itu sendiri, khususnya kemoterapi, membawa efek samping yang luar biasa. Sehubungan dengan ini, disamping cara pengukuran lain, dikenal lebih umum penggunaan score dari Karnovski yang berskala dari 0 – 100. Makin baik kondisi penderita, ia akan memiliki score mendekati 100. Dikatakan therapy untuk kanker akan beresiko pada penderita dengan score di bawah 30, dimana seorang penderita sudah tidak mampu lagi menjalankan aktifitas kesehariannya tanpa dibantu orang lain. Dari sini juga akan dinilai penyakit atau gangguan apa saja yang menyertai penderita kanker. Bisa itu implikasi dari keganasannya atau mungkin penyakit yang berdiri sendiri, seperti; kelainan jantung, diabetes, gagal ginjal, liver, dan lain-lain.
Menentukan Pilihan Jenis Therapy
Ada beberapa bentuk therapy untuk keganasan yang memiliki respon berbeda antar satu jenis kanker dengan jenis kanker yang lain. Jenis therapy itu meliputi; pembedahan, khemotherapy, radiotherapy atau therapy penyinaran, therapy hormonal, dan biotherapy. Dari data dan penelitian yang telah dipelajari, sudah dapat dipastikan satu keganasan lebih sensitif terhadap therapy A dibandingkan dengan therapy B. Namun dalam penerapannya akan memberi hasil lebih optimal kalau dikombinasi antar jenis therapy itu. Sehingga di bidang onkologi, therapy ini dapat digolongkan menjadi: therapy utama, therapy tambahan, therapy komplikasi, dan therapy suportif / bantuan. Misalnya, tumor ganas payudara atau carcinoma mammae, pembedahan merupakan therapy utamanya, sedangkan khemotherapy dan atau radiotherapy menjadi therapy tambahan. Jika dilakukan pembedahan, ada dua tujuan utamanya, kalau bukan untuk kuratif (mengambil bersih tumornya), pembedahan bisa bertujuan hanya sebagai therapy paliatif, dengan maksud meringankan atau memperbaiki kondisi penderita tanpa memandang pengangkatan tumor itu tuntas atau tidak.
Implementasi Therapy
Dari sini ditentukan jenis pembedahan apa yang akan diambil, kalau itu memerlukan pembedahan. Kalau dibutuhkan kemotherapy, seberapa lama dan berapa seri akan diberikan, kombinasi dari obat kemotherapy apa saja dan seberapa banyak dosisnya. Begitu juga untuk radiotherapy dan hormonal therapy, dengan telah melewati tahap-tahap sebelumnya, semestinya sudah dapat ditentukan berapa banyak dosisnya, lama dan rentang waktu pemberiannya. Ini merupakan tahap akhir penanganan kanker yang justru sangat melelahkan dan menyakitkan bagi penderita. Di samping waktu pelaksanaannya lama, juga mengingat efek samping yang ditimbulkan obat-obat khemotherapy ini amat sangat tidak mengenakkan. Tidak jarang banyak penderita yang kelahan, bosan, putus asa dan tersiksa menjalaninya sehingga terpaksa harus menyerah di tengah jalan, terutama bagi mereka yang terkena kanker bermetastase (menyebar) yang tidak bisa lepas menjalani therapy ini seumur hidupnya.
Evaluasi Dan Monitoring
Untuk mengetahui hasil therapy yang telah diberikan, perlu diadakan evaluasi secara berkala. Bisa setiap 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun bahkan sampai 5 tahun sekali secara periodik. Evaluasinya oleh dokter melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan dan atau ditambah pemeriksaan penunjang seperti yang sebelumnya dikerjakan, terutama untuk mendeteksi ada tidaknya sisa atau pertumbuhan penyebaran tumor itu lebih lanjut. Dari monitoring ini dapat saja seorang onkolog menurunkan dosis dan memperpanjang waktu serial therapy yang akan diberikan. Di sini dibutuhkan lagi disiplin serta semangat tinggi para penderita.
Bagi anda yang sedang berjuang melawan kanker, jangan putuskan asa anda, jangan patahkan semangat anda. Kuatlah berjuang. Isi waktu anda dengan aktivitas keseharian seperti biasa, jangan terlalu terlarut dengan kesedihan dan penyesalan diri. Studi membuktikan, bagi mereka yang bisa berpikir posistif apalagi mempunyai tipe kepribadian yang ekstrovert akan dapat meningkatkan 5 year survival rate-nya. Bisa menjalani hidup lebih lama dari prediksi yang diperkirakan sebelumnya…..
dr. Eka Kusmawan, SpB
Kepala Instalasi Kamar Operasi dan Ketua SMF Bedah Surya Husadha Hospital, Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar